Sabtu, 06 Juni 2009

atas nama seni

Sudah lama tidak menorehkan kata di sini. Merasa kehilangan rasa percaya diri untuk bercerita.

Kembali ke Jogja. Setelah perjalanan ke benua tepat di bawah Indonesia dan lalu merasakan indahnya berada di utara khatulistiwa. Percintaan terhalang jarak. Namun kubiarkan mengalir menyerah pada waktu dan menumpuk sebanyak mungkin percaya.

Di sini aku dilingkupi bahaya. Tangan-tangan jujur, sejujur binatang, mencoba menggerayangi tubuhku yang tak tertutupi oleh kejantanan priaku di benua lain sana. Tak perlu kusebutkan namanya. Sudah 2 kali Sang Perupa yang gelimang harta dan berdiri jumawa setiap saat dihadapan rakyat seninya, membisikkan kata-kata kotor demi bercinta. Kali pertama, aku cuma merasa bahwa kata-katanya adalah demi mendapatkan lubang mana saja. Kali kedua aku mulai yakin, rupanya Sang Perupa tak kan puas jika belum merasakan seluruh darah wanita seni di dataran Jogja. Ingin kutampar keras-keras mukanya. Namun itu hanya akan membuatnya semakin bergairah saja. Aku sadar, tak ada satupun yang bisa melindungiku. Karena yang lain terkena aura jumawanya, menjilat bokong hitamnya dengan semangat kesenian yang menggebu-gebu. Atas nama seni.. semua sah untuk dilakukan. Atas nama seni.. semua kata bisa dilafalkan. Atas nama seni.. semua rasa bisa dileburkan. Digambar diabstrakkan diatas kanvas dan lalu dilacurkan..

Minggu, 22 Februari 2009

Karangploso-nya Jogja

"ternyata Nova bukan cuma 'geek', ya?". Kalimat itu terlontar dari teman-teman di Kampung halaman ketika mengetahui kenyataan bahwa trainer nya juga rapper. Tawaran menarik muncul. Mereka minta saya untuk baca puisi di kampung/desa Karangploso. Namanya mirip seperti area di dekat rumah saya dulu. Tapi kali ini lokasinya tidak dekat dari Jogja. Ya! Pasti saya mau. walaupun sebenarnya saya lebih suka dibilang bukan cuma rapper..

22 Februari 2009, jam 19.30 malam, mbak Dian, Cesi, dan mas Anto sudah di depan Sarang saya. Maya, Doni, Djuadi dan Annie mengikuti mobil yang saya tumpangi dari belakang. Ternyata kita langsung menjemput pak Sapardi Djoko Damono yang ternyata adalah penulis puisi terkenal. Jujur saja, orang terkenal yang saya tahu cuma Toto Tewel. hahahaha..

Masuk ke timur Jogja melewati sawah-sawah lengkap dengan pohon-pohon pisangnya, kita lalu sampai di Karangploso. Dikejutkan oleh layar besar yang sedang memutar film independen buatan mereka sendiri. "Omah Opak". Begitu mereka menyebut rumah kecil dengan perpustakaan serta apapun yang memfasilitasi kegiatan mereka. Saya merasa sangat beruntung ada di omah opak.

Ada fakta yang kurang bisa saya terima. Anak-anak perempuan di sana hampir 90% memakai jilbab. Katanya sekolah mengharuskannya. Saya tidak anti jilbab. Cuma rasanya ada pemaksaan dan pembentukan karakter terhadap anak-anak itu. Tapi saya tidak berani menilai lebih jauh dan mulai memberikan seribu pemakluman ke dalam otak saya sendiri.

Maya langsung beraksi. Setelah penampilan holahop nya bersama saya, Maya langsung membuat workshop kecil untuk anak-anak lalu meninggalkan 2 holahopnya untuk dipakai oleh Omah opak.

Djuadi juga secara aksidental naik ke atas panggung dan membaca puisi sambil makan nasi kucing dan minum teh. Katanya, "saya mau seperti politisi yang ngomongnya muluk-muluk. ya kayak gini kan sama aja. baca puisi sambil muluk-muluk". Semua spontan tertawa melihat aksinya.

"mau main di kampung lain nggak, Nova?".. YA! SAYA MAU!

Selasa, 17 Februari 2009

Malaysia-Indonesia

Belum sempat saya cerita tentang perjalanan ke Malaysia. Memang awalnya untuk kebutuhan pekerjaan saja. Tapi pengalaman yang saya dapatkan mungkin tergolong tidak biasa.

Dimulai dari 3 perempuan berjilbab instan di bandara (Jakarta) yang mengira saya TKW dengan bertanya, "mbak dari PT mana?". Saya masih heran. Dengan sepatu boot masih saja mereka mengira saya TKW. Ada 2 kemungkinan. Apakah mereka kurang berpendidikan, atau saya yang memang tampang TKW. (aku tahu kalian lebih pilih opsi kedua). Lalu mereka bertanya apakah saya punya HP. Dari situ saya tahu, bahwa calon TKW Indonesia tidak boleh membawa alat komunikasi!

Sampai di Petaling Jaya (daerah di luar Kuala Lumpur), Mien, teman kerja saya di engagemedia mengajak saya untuk makan malam di 'mamak'. Begitu Mien menyebut warung yang masih buka malam-malam. Saya pikir saya akan temukan emak-emak yang berjualan di warung yang kecil. Ternyata warungnya besar dan yang jual orang-orang India yang jarang tersenyum. Kata Mien, mereka jarang tersenyum karena kerjanya lebih dari 14 jam sehari. Tidak banyak orang Melayu di sana. Kenapa? Mudah saja.. Orang Melayu harus lebih jaga sikap mungkin ya? Nongkrong malam-malam tidak menjadi pilihan. Apalagi sebagai Melayu muslim yang taat. Terlihat beberapa wanita dewasa dan lelaki di sekitarnya tidak jauh dari meja kami. Mien bilang, "they must be Indonesian sex workers". Saya, terus terang, langsung menunduk dan konsentrasi sama cheese naan (roti khas india, enak banget) di depan saya. Merasa bahwa mungkin saja lelaki-lelaki di sekitar meja kami memandang saya seperti itu. Seperti Indonesian sex worker.

Sebelum datang ke Malaysia, pikiran saya ada pada aset-aset budaya negri yang terus dan terus diambil oleh pemerintah Malaysia. Banyak kasus sudah terjadi. Mulai dari lagu "Rasa Sayange" sampe Reog Ponorogo. Namun ketika bertemu Fahmi serasa ada jawaban atas pertanyaan yang selama ini sulit dijawab. Dan meski sudah sedikit jelas, saya masih bertanya-tanya. Apakah kita serumpun? Fahmi membuat film "10 Tahun Sebelum Merdeka" yang menceritakan bagaimana Malaysia terinspirasi oleh kemerdekaan Indonesia dan mulai berjuang bagi kemerdekaan mereka sendiri. Dahulu, kita saling membantu. Itu saja yang saya tahu. Apa pertanyaan tentang perebutan budaya tersebut perlu dipermasalahkan lagi? Saya ingin tahu sebenarnya. Apakah Indonesia sendiri memiliki budaya yang original? Faktanya Indonesia adalah tempat bertemunya hampir seluruh bangsa. Sulit untuk percaya apakah masih ada hal yang original di sini.









Senin, 16 Februari 2009

Musisi paling asik dan enak tahun ini..

Daripada pikir jelek-jeleknya hari ini, lebih baik lihat video ini saja.. ya.. ini terjadi di jogja. Filastine! Teman dari Barcelona yang membuat saya malu karena kurang memperhatikan keindahan musik berbahasa Indonesia. Filastine membuat 3 lagu remix bebahasa Indonesia.


Filastine-Taring Padi (jogja) from Nova Ruth on Vimeo.