Minggu, 22 Februari 2009

Karangploso-nya Jogja

"ternyata Nova bukan cuma 'geek', ya?". Kalimat itu terlontar dari teman-teman di Kampung halaman ketika mengetahui kenyataan bahwa trainer nya juga rapper. Tawaran menarik muncul. Mereka minta saya untuk baca puisi di kampung/desa Karangploso. Namanya mirip seperti area di dekat rumah saya dulu. Tapi kali ini lokasinya tidak dekat dari Jogja. Ya! Pasti saya mau. walaupun sebenarnya saya lebih suka dibilang bukan cuma rapper..

22 Februari 2009, jam 19.30 malam, mbak Dian, Cesi, dan mas Anto sudah di depan Sarang saya. Maya, Doni, Djuadi dan Annie mengikuti mobil yang saya tumpangi dari belakang. Ternyata kita langsung menjemput pak Sapardi Djoko Damono yang ternyata adalah penulis puisi terkenal. Jujur saja, orang terkenal yang saya tahu cuma Toto Tewel. hahahaha..

Masuk ke timur Jogja melewati sawah-sawah lengkap dengan pohon-pohon pisangnya, kita lalu sampai di Karangploso. Dikejutkan oleh layar besar yang sedang memutar film independen buatan mereka sendiri. "Omah Opak". Begitu mereka menyebut rumah kecil dengan perpustakaan serta apapun yang memfasilitasi kegiatan mereka. Saya merasa sangat beruntung ada di omah opak.

Ada fakta yang kurang bisa saya terima. Anak-anak perempuan di sana hampir 90% memakai jilbab. Katanya sekolah mengharuskannya. Saya tidak anti jilbab. Cuma rasanya ada pemaksaan dan pembentukan karakter terhadap anak-anak itu. Tapi saya tidak berani menilai lebih jauh dan mulai memberikan seribu pemakluman ke dalam otak saya sendiri.

Maya langsung beraksi. Setelah penampilan holahop nya bersama saya, Maya langsung membuat workshop kecil untuk anak-anak lalu meninggalkan 2 holahopnya untuk dipakai oleh Omah opak.

Djuadi juga secara aksidental naik ke atas panggung dan membaca puisi sambil makan nasi kucing dan minum teh. Katanya, "saya mau seperti politisi yang ngomongnya muluk-muluk. ya kayak gini kan sama aja. baca puisi sambil muluk-muluk". Semua spontan tertawa melihat aksinya.

"mau main di kampung lain nggak, Nova?".. YA! SAYA MAU!

Selasa, 17 Februari 2009

Malaysia-Indonesia

Belum sempat saya cerita tentang perjalanan ke Malaysia. Memang awalnya untuk kebutuhan pekerjaan saja. Tapi pengalaman yang saya dapatkan mungkin tergolong tidak biasa.

Dimulai dari 3 perempuan berjilbab instan di bandara (Jakarta) yang mengira saya TKW dengan bertanya, "mbak dari PT mana?". Saya masih heran. Dengan sepatu boot masih saja mereka mengira saya TKW. Ada 2 kemungkinan. Apakah mereka kurang berpendidikan, atau saya yang memang tampang TKW. (aku tahu kalian lebih pilih opsi kedua). Lalu mereka bertanya apakah saya punya HP. Dari situ saya tahu, bahwa calon TKW Indonesia tidak boleh membawa alat komunikasi!

Sampai di Petaling Jaya (daerah di luar Kuala Lumpur), Mien, teman kerja saya di engagemedia mengajak saya untuk makan malam di 'mamak'. Begitu Mien menyebut warung yang masih buka malam-malam. Saya pikir saya akan temukan emak-emak yang berjualan di warung yang kecil. Ternyata warungnya besar dan yang jual orang-orang India yang jarang tersenyum. Kata Mien, mereka jarang tersenyum karena kerjanya lebih dari 14 jam sehari. Tidak banyak orang Melayu di sana. Kenapa? Mudah saja.. Orang Melayu harus lebih jaga sikap mungkin ya? Nongkrong malam-malam tidak menjadi pilihan. Apalagi sebagai Melayu muslim yang taat. Terlihat beberapa wanita dewasa dan lelaki di sekitarnya tidak jauh dari meja kami. Mien bilang, "they must be Indonesian sex workers". Saya, terus terang, langsung menunduk dan konsentrasi sama cheese naan (roti khas india, enak banget) di depan saya. Merasa bahwa mungkin saja lelaki-lelaki di sekitar meja kami memandang saya seperti itu. Seperti Indonesian sex worker.

Sebelum datang ke Malaysia, pikiran saya ada pada aset-aset budaya negri yang terus dan terus diambil oleh pemerintah Malaysia. Banyak kasus sudah terjadi. Mulai dari lagu "Rasa Sayange" sampe Reog Ponorogo. Namun ketika bertemu Fahmi serasa ada jawaban atas pertanyaan yang selama ini sulit dijawab. Dan meski sudah sedikit jelas, saya masih bertanya-tanya. Apakah kita serumpun? Fahmi membuat film "10 Tahun Sebelum Merdeka" yang menceritakan bagaimana Malaysia terinspirasi oleh kemerdekaan Indonesia dan mulai berjuang bagi kemerdekaan mereka sendiri. Dahulu, kita saling membantu. Itu saja yang saya tahu. Apa pertanyaan tentang perebutan budaya tersebut perlu dipermasalahkan lagi? Saya ingin tahu sebenarnya. Apakah Indonesia sendiri memiliki budaya yang original? Faktanya Indonesia adalah tempat bertemunya hampir seluruh bangsa. Sulit untuk percaya apakah masih ada hal yang original di sini.









Senin, 16 Februari 2009

Musisi paling asik dan enak tahun ini..

Daripada pikir jelek-jeleknya hari ini, lebih baik lihat video ini saja.. ya.. ini terjadi di jogja. Filastine! Teman dari Barcelona yang membuat saya malu karena kurang memperhatikan keindahan musik berbahasa Indonesia. Filastine membuat 3 lagu remix bebahasa Indonesia.


Filastine-Taring Padi (jogja) from Nova Ruth on Vimeo.

Jawanya Jogja

Setelah tidur cuma beberapa jam saja, sedari pagi semua terasa salah. Sarapan di Via-via di jalan bule-bule itu dengan Lachlan, teman kerja dari Engagemedia, cappucino nya enak. Tapi susu kocoknya terlalu banyak. Busanya mengembung sampai setengah gelas sendiri.. benar-benar salah.

Sampai di Kampung Halaman tentu saja, image LSM interlokal yang disiplin berhasil ditampilkan. Tetapi semua yang kamu sudah siapkan, jadwal dan seluruh rencana terasa gagal. Mulai dari pembelian komputer yang berganti harga sampai 3 kali dari 8 juta sekian sampai mencapai 9 juta lebih, terlupa membeli beberapa hal sehingga sistem kurang bisa dijalankan, tapi memang pada akhirnya semua berjalan lancar karena kami rela menambah waktu untuk memasang semua kebutuhan esok hari, namun.. kurang, bahkan.. tidak sempurna sama sekali. Jauh dari yang kami harapkan.. benar-benar salah.

Ada sms dari Maya. Band punk dari Hungaria mau main di Bunker. Awalnya saya tertarik. Tapi setelah seharian menghadapi banyak hal yang aneh saya mulai ragu, apa saya akan menikmati acara tersebut? Badan rasanya seperti habis dihantam 33 orang. Tapi Maya berhasil meyakinkan saya, bahwa itu hanya 20 menit bersepeda saja.. Namun apa yang terjadi? Bunker tidak sedekat itu dari rumah kami.. Saya kayuh perlahan sepeda dengan rem yang sama sekali tidak aman itu. Perasaan mulai tidak enak. Sampai akhirnya di belokan sebuah motor menabrak Maya dan saya. Gadis oriental kurus dengan rambut di cat ala bule itu jatuh dari motor dan saya spontan melempar sepeda dan melompati motor tersebut. Kaki gadis itu tertimpa motornya sendiri. Tidak begitu parah, tapi saya yakin itu akan mebuat memar untuk 3 minggu ke depan. Luka-luka di beberapa bagian tubuhnya saya yakin akan membuatnya bingung bagaimana cara membuatnya putih dan kinyis-kinyis lagi. Kasihan... tapi.. ada apa ya? benar-benar salah...

Saya pikir, apa yang sebenarnya terjadi? Di tengah band hardcore Jogja yang sebenarnya punya performance yang bagus di panggung itu, saya duduk, masih bergetar karena kaget dan berfikir.. Kenapa semua ini terasa salah? Ini hari Senin. Apa Kliwon ya? Saya punya weton Senin Kliwon. Akhirnya sama putuskan sms Mas Doni. Teman di Malang yang Jawanya kental. "mas, sekarang Senin Kliwon ya?". "Oyi, va. Nanti kamu telpon aku ya". Pernah satu hari dia bilang kalau saya tidak boleh keluar terlalu jauh dari rumah pas hari Senin Kliwon. Nanti bisa celaka. Nah... ya toh.. dari dulu saya tinggal di Malang sampai 2 tahun di Jakarta, tidak pernah saya tahu mengapa ada beberapa Senin yang benar-benar salah. Tapi karena Jawanya Jogja, mungkin saya lebih bisa mengingat hal-hal spiritual seperti ini..

Minggu, 15 Februari 2009

Seperti Semua Awal

Ya! Saya sudah pindah ke Jogja. Dan seperti semua awal yang ada, pasti lah akan banyak hal mengejutkan terjadi. Tinggalkan Jakarta penuh polusi. Sudah cukup rasanya untuk mengerti kalau KRL ekonomi adalah simbol yang tepat untuk mereprentasikan keadaan Indonesia secara kesuluruhan. Tapi tidak sekarang saya ingin membicarakan KRL ekonomi. Nanti saja.

Malam pertama sebagai orang Jogja. Rumah yang saya tempati luar biasa. Di dalamnya terdapat orang-orang dengan energi yang hebat. Pure entertainer.. Rumah Senang Kedua. Begitu mereka menyebutkannya. Setelah rumah mana ya? mm.. saya harus tanya lagi. Rachel, Tim, Maya dan si kecil Jepara. Ada kenangan di sini. Saya memutuskan untuk tinggal di sini karena kenangan itu masih terlalu indah. Mungkin saya ingin terperangkap di dalamnya. Akan banyak cerita lagi di rumah ini. Pasti!

Jogja malam hari di akhir pekan. 3 pesta dalam 1 malam. JNM, Galeri Spasi dan Malioboro. Tidak mungkin saya datangi tiga-tiganya. Tidak cukup tenaga. Saya melewatkan pembukaan pameran Latief di JNM. Karena makan malam sama Pongky serasa lebih penting. Siapa Pongky? Dia adalah laki-laki 22 tahun yang saya rasa bisa menjadi teman yang kapan saja bisa ada. Teman. Ya! Kehidupan pribadinya sangat biasa sehingga saya iri terhadapnya. Tidak perlu Pongky bingung akan project apa selanjutnya. Dia adalah teman luar biasa dengan kehidupan yang biasa saja. Menarik bukan? Kedua pesta selanjutnya cukup meriah. Ada lelaki masa lalu yang terlihat masih ingin saya seperti masa lalu. Saya malas membahasnya.. tapi mungkin dia adalah masalah baru di Jogja saya yang baru. Selain itu, Annie, perempuan berhati besar yang selalu menjaga keselamatan semua teman-teman baik kami yang pemabuk, tidak tidur sampai jam 3 pagi. Memastikan semua muntahan telah terjadi dan membuat teman-teman agak sadar. Lalu Annie mengantarkan saya pulang. Jogja.. ini ya kamu?