Selasa, 17 Februari 2009

Malaysia-Indonesia

Belum sempat saya cerita tentang perjalanan ke Malaysia. Memang awalnya untuk kebutuhan pekerjaan saja. Tapi pengalaman yang saya dapatkan mungkin tergolong tidak biasa.

Dimulai dari 3 perempuan berjilbab instan di bandara (Jakarta) yang mengira saya TKW dengan bertanya, "mbak dari PT mana?". Saya masih heran. Dengan sepatu boot masih saja mereka mengira saya TKW. Ada 2 kemungkinan. Apakah mereka kurang berpendidikan, atau saya yang memang tampang TKW. (aku tahu kalian lebih pilih opsi kedua). Lalu mereka bertanya apakah saya punya HP. Dari situ saya tahu, bahwa calon TKW Indonesia tidak boleh membawa alat komunikasi!

Sampai di Petaling Jaya (daerah di luar Kuala Lumpur), Mien, teman kerja saya di engagemedia mengajak saya untuk makan malam di 'mamak'. Begitu Mien menyebut warung yang masih buka malam-malam. Saya pikir saya akan temukan emak-emak yang berjualan di warung yang kecil. Ternyata warungnya besar dan yang jual orang-orang India yang jarang tersenyum. Kata Mien, mereka jarang tersenyum karena kerjanya lebih dari 14 jam sehari. Tidak banyak orang Melayu di sana. Kenapa? Mudah saja.. Orang Melayu harus lebih jaga sikap mungkin ya? Nongkrong malam-malam tidak menjadi pilihan. Apalagi sebagai Melayu muslim yang taat. Terlihat beberapa wanita dewasa dan lelaki di sekitarnya tidak jauh dari meja kami. Mien bilang, "they must be Indonesian sex workers". Saya, terus terang, langsung menunduk dan konsentrasi sama cheese naan (roti khas india, enak banget) di depan saya. Merasa bahwa mungkin saja lelaki-lelaki di sekitar meja kami memandang saya seperti itu. Seperti Indonesian sex worker.

Sebelum datang ke Malaysia, pikiran saya ada pada aset-aset budaya negri yang terus dan terus diambil oleh pemerintah Malaysia. Banyak kasus sudah terjadi. Mulai dari lagu "Rasa Sayange" sampe Reog Ponorogo. Namun ketika bertemu Fahmi serasa ada jawaban atas pertanyaan yang selama ini sulit dijawab. Dan meski sudah sedikit jelas, saya masih bertanya-tanya. Apakah kita serumpun? Fahmi membuat film "10 Tahun Sebelum Merdeka" yang menceritakan bagaimana Malaysia terinspirasi oleh kemerdekaan Indonesia dan mulai berjuang bagi kemerdekaan mereka sendiri. Dahulu, kita saling membantu. Itu saja yang saya tahu. Apa pertanyaan tentang perebutan budaya tersebut perlu dipermasalahkan lagi? Saya ingin tahu sebenarnya. Apakah Indonesia sendiri memiliki budaya yang original? Faktanya Indonesia adalah tempat bertemunya hampir seluruh bangsa. Sulit untuk percaya apakah masih ada hal yang original di sini.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar