Sabtu, 06 Juni 2009

atas nama seni

Sudah lama tidak menorehkan kata di sini. Merasa kehilangan rasa percaya diri untuk bercerita.

Kembali ke Jogja. Setelah perjalanan ke benua tepat di bawah Indonesia dan lalu merasakan indahnya berada di utara khatulistiwa. Percintaan terhalang jarak. Namun kubiarkan mengalir menyerah pada waktu dan menumpuk sebanyak mungkin percaya.

Di sini aku dilingkupi bahaya. Tangan-tangan jujur, sejujur binatang, mencoba menggerayangi tubuhku yang tak tertutupi oleh kejantanan priaku di benua lain sana. Tak perlu kusebutkan namanya. Sudah 2 kali Sang Perupa yang gelimang harta dan berdiri jumawa setiap saat dihadapan rakyat seninya, membisikkan kata-kata kotor demi bercinta. Kali pertama, aku cuma merasa bahwa kata-katanya adalah demi mendapatkan lubang mana saja. Kali kedua aku mulai yakin, rupanya Sang Perupa tak kan puas jika belum merasakan seluruh darah wanita seni di dataran Jogja. Ingin kutampar keras-keras mukanya. Namun itu hanya akan membuatnya semakin bergairah saja. Aku sadar, tak ada satupun yang bisa melindungiku. Karena yang lain terkena aura jumawanya, menjilat bokong hitamnya dengan semangat kesenian yang menggebu-gebu. Atas nama seni.. semua sah untuk dilakukan. Atas nama seni.. semua kata bisa dilafalkan. Atas nama seni.. semua rasa bisa dileburkan. Digambar diabstrakkan diatas kanvas dan lalu dilacurkan..

1 komentar:

  1. nov, bagus tulisan loe, cuma gw kenapa kaya baca novel yah.. heuheuhe bagus bagus! =dumbq=

    BalasHapus